BAB I
PENDAAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembelajaran Kontekstual – Contextual Teaching
and Learning (CTL)
Masalah yang paling bayak muncul dalam
proses rancangan pembelajaran adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Ada
banyak cara untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran tetapi ada 4 metode yang
sering ditemui, yaitu pendekatan masalah khusus dalam pembelajaran, pendekatan
pada penguraian isi pembelajaran, pendekatan tugas administratif, dan
pendekatan pada teknologi penampilan.
Dalam pendekatan masalah
khusus dalam pembelajaran atau sering di kenal dengan istilah SME, mendeskripsikan
bahwa pendekatan ini akan menciptakan pembelajaran yang spesifik sesuai dengan
bidangnya. Pendekatan ini lebih mempertimbangkan apa yang harus dipelajari
tentang materi tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa identifikasi tujuan
pembelajaran melalui pendekatan masalah khusus dalam pembelajaran, mengandung
makna sebagai pengetahuan dan pengertian berdasarkan informasi yang diterima.
1.2
Rumusan Masalah
v bagaimana cara penerapan pembelajaran yang
baik bagi siswa dalam centektual teaching and learing ?
1.3
Tujuan
v untuk mengetahui cara penerapan
pembelajaran yang baik bagi siswa dalam centektual teaching and learing
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 proses contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan proses
pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna
materi yang ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan sehari-hari
mereka (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi
sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL
disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata, sehingga
guru dapat mendorong siswa untuk membuat/membangun pengetahuan yang dimiliki
siswa, dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah
pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu
mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta.
Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat
pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan
tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut
pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
- Pemikiran Tentang Belajar
Proses belajar anak
dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian
memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer
belajar; siswa harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan
serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya. Siswa hanyalah sebagai pembelajar, kemudian tugas seorang guru mengatur strategi
belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru,
kemudian memfasilitasi kegiatan belajar.
- Komponen pembelajaran yang efektif
Konstruktivisme,
konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas
pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih
diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau
mengingat pengetahuan.
Tanya jawab, dalam
konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh
siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan
pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan
antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa
dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
Inkuiri, merupakan
siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan
observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep.
Siklus inkuiri meliputi : observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data,
analisis data, kemudian disimpulkan.
Komunitas belajar,
adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi
untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar
serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja
dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
Pemodelan, dalam
konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh,
belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi
model tentang how to learn
(cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa
berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
Refleksi, yaitu
melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang
bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum
diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun
realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari
itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai
pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
Penilaian otentik,
prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap)
siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada pembelajaran
seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada
diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya
hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan
ketrampilan yang diperoleh siswa.
2.2 Penerapan contextual Teaching and Learning
(CTL)
Kembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru.
Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat
keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar
dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran.
Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang
betul-betul menunjukkan kemampuan siswa. Ada tujuh komponen utama pembelajaran
yang mendasari penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
dikelas. Ketujuh komponen itu adalah Konstruktivisme, bertanya (Questioning),
menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Comunity), pemodelan
(Modelling), Refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic
Assesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan Pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) jika menerapkan komponen tersebut dalam pembelajarannya, dan
untuk melaksanakan hal itu tidak sulit. Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja
dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan masing-masing
ketujuh komponen diatas adalah:
a. Konstruktivisme (Construktivisme)
Merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Intinya Konstruktivisme adalah:
1. Siswa belajar sedikit demi sedikit dari konteks terbatas.
2. Siswa mengkonstruk sendiri pemahamannya.
3. Pemahaman yang mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar yang bermakna.
b. Menemukan (Inquiry)
Inquiry pada dasarnya adalah suatu ide yang komplek, yang berarti banyak hal bagi banyak orang, dalam banyak konteks. Inquiry adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental emosional maupun pribadinya.
Proses Inquiry dapat dipakai dalam berbagai topik mata pelajaran. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu:
1. Merumuskan masalah.
2. Mengajukan hipotesis.
3. Mengumpulkan data.
4. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan.
5. Membuat kesimpulan.
Penerapan asas ini dapat dipakai dalam proses proses Contextual Teaching and Learning (CTL), dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan.
Hipotesis itulah yang akan menuntut siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntut untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan. Asas menemukan seperti ini, merupakan asas yang penting dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Melalui proses berfikir yang sistematis diatas, diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas.
Siklus yang terdiri dari mengamati, bertanya, menganalisis, dan menemukan teori. Baik perorangan maupun kelompok.
1. Diawali dengan pengamatan, lalu berkembang untuk memahami konsep atau fenomena.
2. Mengembangkan dan menggunakan ketrampilan berfikir kritis.
c. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran melalui Contextual Teaching and Learning (CTL), guru tidak menaympaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
1. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.
2. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
3. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
4. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan, dan
5. Membimbing siswa untuk menemukan dan menyimpulkan sesuatu.
Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan bertanya hampir selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan.
d. Masyarakat Belajar (Learning Comunity)
Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara mereka yang tahu ke mereka yang belum tahu. Dalam kelas dengan pendekatan kontekstual, kegiatan pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar, siswa yang pandai mengajari yang lemah dan yang tahu memberi tahu yang belum tahu. Siswa yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan teman bicaranya.
Adapun inti dari Learning Community adalah:
1. Berbicara dengan berbagi pengalaman kepada orang lain.
2. Bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri.
e. Pemodelan (Modelling)
Yang dimaksud dengan asas Modelling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah raga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberi contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara menggunakan thermometer dan lain sebagainya.
Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalkan siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya didepan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modelling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis abstrak yang dapat memungkinkan verbalisme.
f. Refleksi (Reflection)
Adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru saja diterima, yang merupakan pengayaan atau kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)
Dalam proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan intelektual maupun mental siswa.
Penilaian yang Authentic dilakukan secara berintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
2.3 Penerapan dan kurikulum
contextual Teaching and Learning (CTL)
Dalam Penerapan CTL seperti menggembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk
semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya.
Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Sedangkan untuk
kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran siswa yaitu kurikulum yang sudah di
tetapkan disekolah tersebut.
2.4 Tujuan dan pembelajaran
tujuan agar pembelajaran
berjalan lebih produktif dan bermakna. Maka di butuhkan pendekatan konstektual
dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. pembelajaran kontekstual telah
berkembang dinegara-negara maju dengan berbagai nama. Di Negeri belanda
berkembang apa yang disebut dengan Realistic Matematics Education (RME), yang
menjelaskan bahwa pembelajaran
matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di Amerika berkembang
apa yang disebut Contekstual Teaching
and Learing pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, konstektual
dikebangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif
danbermakna. Pendekatan konstektual dapat dijalankan tanpa harus mengubah
kurikulum dan tatanan yang ada. pembelajaran
kontekstual telah berkembang dinegara-negara maju dengan berbagai nama. Teaching an Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan
memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan
kehidupan mereka. Sementara itu di Michigan juga berkembang Bonnected
Matematics Project (MP) yang bertujuan mengintregasikan ide matematika kedalam
konteks kehidupan nyata dengan harapan siswa dapat memahami apa yang
dupelajarinya dengan baik dan mudah. Definisi yang mendasar tentang
pembelajaran kontekstual Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah
konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sementara siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilannya dari konteks yang terbatas, sedikit demi
sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memcahkan
masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Megapa Pembelajaran
Kontekstual Pola pikir siswa tujuannya agar pembelajaran berjalan lebih
produktif dan bermakna.
Adapun Kriteria penentuan tujuan pembelajaran yaitu: Seiring dengan
pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi
pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W.James Popham dan Eva L.Baker
(2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan
pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan
menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas selama
berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak
lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya
yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered).
Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan
pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya
bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan
penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam praktik pendidikan di Indonesia,
pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa lebih mengemuka sejalan dengan
munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
- Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP), untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh Bloom. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.
- Mager (Hamzah B. Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima. Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuanTelah dikemukakan di atas bahwa tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran. Dan dalam pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Sehingga guru sangatlah berperan penting dalam penggembanggan intelektual siswa.
2.5 sistem assesmen
Asesmen
kebutuhan didefinisikan sebagai prosedur yang sistematis dalam melakukan
setting prioritas dan pengambilan keputusan mengenai pengalokasian sumber daya
dan juga mengenai kegiatan-kegiatan tertentu (Witkin, 1984). Dalam definisi
tersebut, pengambilan keputusan merupakan salah satu aktifitas yang berada
dalam ruang lingkup asesmen kebutuhan. Namun, proses pengambilan keputusan juga
membutuhkan penilaian terkait dengan strategi-strategi alternatif yang ada
(Cunningham, 1982). Sebab, secara definitif, pengambilan keputusan diartikan
sebagai identifikasi suatu alternatif yang terlihat paling cocok dibandingkan
dengan alternatif-alternatif lainnya (Cunningham, 1982). Dan asesmen kebutuhan
termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan, merupakan aktifitas-aktifitas
yang terjadi dalam model pengelolaan penyelenggaraan pendidikan tingkat dasar
dan menengah yang disebut dengan MBS.
Menurut
Dick & carey (1937) menyatakan ada 3 komponen logika dari asesmen
kebutuhan, yaitu (1) Tidak dapat
dipungkiri bahwa standar kompetensi atau tujuan pembelajaran akan mengarah pada
keadaan yang diinginkan (2) Komponen
kedua menentukan keadaan saat ini yang ada pada pelaksanaan standar kompetensi
atau tujuan pembelajaran (3)
Komponen ketiga adalah identifikasi antara keadaan yang diinginkan dan keadaan
yang ada saat ini. Hal inilah yang dapat disimpulkan dalam sebuah persamaan
yaitu, keadaan yang diinginkan – keadaan saat ini = kebutuhan.
Logika
asesmen kebutuhan berindikasi bahwa pelatihan adalah salah satu solusi yang
terbaik untuk sebuah masalah pelaksanaan kemudian asesmen kebutuhan akan
digunakan lagi. Hal ini yang disebut pelatihan asesmen kebutuhan atau
pembelajaran asesmen kebutuhan akan menghasilkan tujuan pembelajaran sebagai
permulaan untuk merancang sebuah desain pembelajaran.
sistematik, beracu
pada patokan, dan cenderung positivistik. Penilaian sering dihubungkan dengan
orientasi keperilakuan (aliran behaviorisme) dalam desain pembelajaran yang diturunkan dari
teori sistem. Teori sistem yang umumnya memberikan
rambu-rambu proses desain secara keseluruhan memuat pertimbangan logis.
Analisis kebutuhan, evaluasi formatif dan sumatif serta pengujian yang mengacu
kriteria--semuanva dipengaruhi oleh pendekatan sistem. Kemudian Tumbuhnya desain pembelajaran sebagai suatu tujuan dalam bentuk perilaku. Sebagai kelanjutan logis dari pembelajaran yang berorientasikan tujuan, muncullah pengujian vang
mengacu kriteria. Kelemahan maupun keunggulan pembelajaran yang berorientasikan tujuan pada umumnnya akan berlanjut dengan digunakannya pengujian
beracukan kriteria. Pada dasarnya hampir semua prosedur desain pembelajaran mendorong digunakannya
tes beracukan patokan dan bukannya tes yang beracukan norma. Hal yang sama juga
terjadi pada analisis kebutuhan dan berbagai pembelajaran dan teknologi
pembelajaran itu sendiri. Konsep penilaian dalam konteks ini diartikan
sebagai suatu bentuk penelitian untuk memperoleh cara yang nantinya dapat
dimanfaatkan oleh para teknolog
pembelajaran dalam membuat keputusan yang komprehensif. Oleh karena itu
penilaian pembelajaran diartikan
sebagai suatu bentuk disiplin pengkajian dengan orientasi sistematik, beracu pada patokan, dan
cenderung positivistik. Penilaian sering dihubungkan dengan orientasi
keperilakuan sistematik, beracu
pada patokan, dan cenderung positivistik. Penilaian sering dihubungkan dengan
orientasi keperilakuan (aliran behaviorisme) dalam desain pembelajaran yang
diturunkan dari teori sistem.
Teori sistem yang umumnya
memberikan rambu-rambu proses desain secara keseluruhan memuat pertimbangan
logis. Analisis kebutuhan, evaluasi formatif dan sumatif serta pengujian yang
mengacu kriteria semuanya dipengaruhi oleh pendekatan sistem.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di
atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1.
Seorang guru dalam merencanakan
pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas
dan jelas.
2.
Perumusan tujuan pembelajaran
dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa.
3.
Saat ini telah terjadi
pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke
penguasan kompetensi.
4.
Tujuan pembelajaran adalah
suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan.
3.2 Saran
adapun saran yang di tarik dari kesimpulan diatas adalah
agar mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui dalam merencanakan pembelajaran
yang baik dan benar untuk masa depan anak atau siswa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
- Dick W. & Carey L. 1937. The systematic design of instruction. Illinois, Glenview : Scott, Foresman and Company
- Sudrajat Akhmad. 2009. Tujuan pembelajaran sebagai komponen penting dalam pembelajaran. Diakses dari Let’s talk about education
·
Dr.
Nurhadi, Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya dalam KBK, (Malang: UNM,
2004), Edisi Revisi, Cet.I, hlm.33.
·
Dr.
Wina Sanjaya, M.Pd, Pembelajaran Dalam implementasi KBK, (Jakarta:Prenada
Media, 2005), Cet.1, 119-121
·
Johnson, Elaine B (2002). Contextual
Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc.