Senin, 18 Juni 2012

Teori CTL


BAB I
PENDAAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pembelajaran Kontekstual – Contextual Teaching and Learning (CTL)
Masalah yang paling bayak muncul dalam proses rancangan pembelajaran adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Ada banyak cara untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran tetapi ada 4 metode yang sering ditemui, yaitu pendekatan masalah khusus dalam pembelajaran, pendekatan pada penguraian isi pembelajaran, pendekatan tugas administratif, dan pendekatan pada teknologi penampilan.
Dalam pendekatan masalah khusus dalam pembelajaran atau sering di kenal dengan istilah SME, mendeskripsikan bahwa pendekatan ini akan menciptakan pembelajaran yang spesifik sesuai dengan bidangnya. Pendekatan ini lebih mempertimbangkan apa yang harus dipelajari tentang materi tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa identifikasi tujuan pembelajaran melalui pendekatan masalah khusus dalam pembelajaran, mengandung makna sebagai pengetahuan dan pengertian berdasarkan informasi yang diterima.

1.2  Rumusan Masalah
v  bagaimana cara penerapan pembelajaran yang baik bagi siswa dalam centektual teaching and learing ?

1.3  Tujuan
v  untuk mengetahui cara penerapan pembelajaran yang baik bagi siswa dalam centektual teaching and learing tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 proses contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi yang ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan sehari-hari mereka (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata, sehingga guru dapat mendorong siswa untuk membuat/membangun pengetahuan yang dimiliki siswa, dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.


  • Pemikiran Tentang Belajar
Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer belajar; siswa harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Siswa hanyalah sebagai pembelajar, kemudian tugas seorang guru mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar.
  • Komponen pembelajaran yang efektif
Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.

Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi : observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam  pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
2.2 Penerapan contextual Teaching and Learning (CTL)
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa. Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dikelas. Ketujuh komponen itu adalah Konstruktivisme, bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Comunity), pemodelan (Modelling), Refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) jika menerapkan komponen tersebut dalam pembelajarannya, dan untuk melaksanakan hal itu tidak sulit. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan masing-masing ketujuh komponen diatas adalah:

a. Konstruktivisme (Construktivisme)
Merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Intinya Konstruktivisme adalah:
1. Siswa belajar sedikit demi sedikit dari konteks terbatas.
2. Siswa mengkonstruk sendiri pemahamannya.
3. Pemahaman yang mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar yang bermakna.
b. Menemukan (Inquiry)
Inquiry pada dasarnya adalah suatu ide yang komplek, yang berarti banyak hal bagi banyak orang, dalam banyak konteks. Inquiry adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental emosional maupun pribadinya.

Proses Inquiry dapat dipakai dalam berbagai topik mata pelajaran. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu:
1. Merumuskan masalah.
2. Mengajukan hipotesis.
3. Mengumpulkan data.
4. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan.
5. Membuat kesimpulan.

Penerapan asas ini dapat dipakai dalam proses proses Contextual Teaching and Learning (CTL), dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan.

Hipotesis itulah yang akan menuntut siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntut untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan. Asas menemukan seperti ini, merupakan asas yang penting dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Melalui proses berfikir yang sistematis diatas, diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas.


Siklus yang terdiri dari mengamati, bertanya, menganalisis, dan menemukan teori. Baik perorangan maupun kelompok.
1. Diawali dengan pengamatan, lalu berkembang untuk memahami konsep atau fenomena.
2. Mengembangkan dan menggunakan ketrampilan berfikir kritis.

c. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran melalui Contextual Teaching and Learning (CTL), guru tidak menaympaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
1. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.
2. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
3. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
4. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan, dan
5. Membimbing siswa untuk menemukan dan menyimpulkan sesuatu.
Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan bertanya hampir selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan.

d. Masyarakat Belajar (Learning Comunity)
Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara mereka yang tahu ke mereka yang belum tahu. Dalam kelas dengan pendekatan kontekstual, kegiatan pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar, siswa yang pandai mengajari yang lemah dan yang tahu memberi tahu yang belum tahu. Siswa yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan teman bicaranya.
Adapun inti dari Learning Community adalah:
1. Berbicara dengan berbagi pengalaman kepada orang lain.
2. Bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri.
e. Pemodelan (Modelling)
Yang dimaksud dengan asas Modelling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah raga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberi contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara menggunakan thermometer dan lain sebagainya.

Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalkan siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya didepan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modelling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis abstrak yang dapat memungkinkan verbalisme.
f. Refleksi (Reflection)
Adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru saja diterima, yang merupakan pengayaan atau kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)
Dalam proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan intelektual maupun mental siswa.

Penilaian yang Authentic dilakukan secara berintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

2.3 Penerapan dan kurikulum contextual Teaching and Learning (CTL)
Dalam Penerapan CTL seperti menggembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Sedangkan untuk kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran siswa yaitu kurikulum yang sudah di tetapkan disekolah tersebut.


2.4 Tujuan dan pembelajaran
tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Maka di butuhkan pendekatan konstektual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. pembelajaran kontekstual telah berkembang dinegara-negara maju dengan berbagai nama. Di Negeri belanda berkembang apa yang disebut dengan Realistic Matematics Education (RME), yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di Amerika berkembang apa yang disebut Contekstual Teaching and Learing pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, konstektual dikebangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif danbermakna. Pendekatan konstektual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. pembelajaran kontekstual telah berkembang dinegara-negara maju dengan berbagai nama. Teaching an Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Sementara itu di Michigan juga berkembang Bonnected Matematics Project (MP) yang bertujuan mengintregasikan ide matematika kedalam konteks kehidupan nyata dengan harapan siswa dapat memahami apa yang dupelajarinya dengan baik dan mudah. Definisi yang mendasar tentang pembelajaran kontekstual Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilannya dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memcahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Megapa Pembelajaran Kontekstual Pola pikir siswa tujuannya agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna.
 Adapun Kriteria penentuan tujuan pembelajaran yaitu: Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W.James Popham dan Eva L.Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa  lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum  Berbasis Kompetensi.
  • Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP), untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005)  menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2)  analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh Bloom. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.
  • Mager (Hamzah B. Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima. Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada  waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria  yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuanTelah dikemukakan di atas bahwa tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran. Dan dalam pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Sehingga guru sangatlah berperan penting dalam penggembanggan intelektual siswa.
2.5 sistem assesmen
Asesmen kebutuhan didefinisikan sebagai prosedur yang sistematis dalam melakukan setting prioritas dan pengambilan keputusan mengenai pengalokasian sumber daya dan juga mengenai kegiatan-kegiatan tertentu (Witkin, 1984). Dalam definisi tersebut, pengambilan keputusan merupakan salah satu aktifitas yang berada dalam ruang lingkup asesmen kebutuhan. Namun, proses pengambilan keputusan juga membutuhkan penilaian terkait dengan strategi-strategi alternatif yang ada (Cunningham, 1982). Sebab, secara definitif, pengambilan keputusan diartikan sebagai identifikasi suatu alternatif yang terlihat paling cocok dibandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya (Cunningham, 1982). Dan asesmen kebutuhan termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan, merupakan aktifitas-aktifitas yang terjadi dalam model pengelolaan penyelenggaraan pendidikan tingkat dasar dan menengah yang disebut dengan MBS.
Menurut Dick & carey (1937) menyatakan ada 3 komponen logika dari asesmen kebutuhan, yaitu (1) Tidak dapat dipungkiri bahwa standar kompetensi atau tujuan pembelajaran akan mengarah pada keadaan yang diinginkan (2) Komponen kedua menentukan keadaan saat ini yang ada pada pelaksanaan standar kompetensi atau tujuan pembelajaran (3) Komponen ketiga adalah identifikasi antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang ada saat ini. Hal inilah yang dapat disimpulkan dalam sebuah persamaan yaitu, keadaan yang diinginkan – keadaan saat ini = kebutuhan.
Logika asesmen kebutuhan berindikasi bahwa pelatihan adalah salah satu solusi yang terbaik untuk sebuah masalah pelaksanaan kemudian asesmen kebutuhan akan digunakan lagi. Hal ini yang disebut pelatihan asesmen kebutuhan atau pembelajaran asesmen kebutuhan akan menghasilkan tujuan pembelajaran sebagai permulaan untuk merancang sebuah desain pembelajaran.
sistematik, beracu pada patokan, dan cenderung positivistik. Penilaian sering dihubungkan dengan orientasi keperilakuan (aliran behaviorisme) dalam desain pembelajaran yang diturunkan dari teori sistem. Teori sistem yang umumnya memberikan rambu-rambu proses desain secara keseluruhan memuat pertimbangan logis. Analisis kebutuhan, evaluasi for­matif dan sumatif serta pengujian yang mengacu kriteria--semuanva dipengaruhi oleh pendekatan sistem. Kemudian Tumbuhnya desain pembelajaran sebagai suatu tujuan dalam bentuk perilaku. Sebagai kelanjutan logis dari pembelajaran yang berorientasikan tujuan, muncullah pengujian vang mengacu kriteria. Kelemahan maupun keunggulan pembelajaran yang berorientasikan tujuan pada umumnnya akan berlanjut dengan digunakannya pengujian beracukan kriteria. Pada dasarnya hampir semua prosedur desain pembelajaran mendorong digunakannya tes beracukan patokan dan bukannya tes yang beracukan norma. Hal yang sama juga terjadi pada analisis kebutuhan dan berbagai pembelajaran dan teknologi pembelajaran itu sendiri. Konsep penilaian dalam konteks ini diartikan sebagai suatu bentuk penelitian untuk memperoleh cara yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh para teknolog pembelajaran dalam membuat keputusan yang komprehensif. Oleh karena itu penilaian pembelajaran diartikan sebagai suatu bentuk disiplin pengkajian dengan orientasi sistematik, beracu pada patokan, dan cenderung positivistik. Penilaian sering dihubungkan dengan orientasi keperilakuan sistematik, beracu pada patokan, dan cenderung positivistik. Penilaian sering dihubungkan dengan orientasi keperilakuan (aliran behaviorisme) dalam desain pembelajaran yang diturunkan dari teori sistem. Teori sistem yang umumnya memberikan rambu-rambu proses desain secara keseluruhan memuat pertimbangan logis. Analisis kebutuhan, evaluasi for­matif dan sumatif serta pengujian yang mengacu kriteria semuanya dipengaruhi oleh pendekatan sistem.




BAB III
PENUTUP
1.1  Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1.      Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas.
2.      Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa.
3.      Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan kompetensi.
4.      Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan.

3.2 Saran
adapun saran yang di tarik dari kesimpulan diatas adalah agar mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui dalam merencanakan pembelajaran yang baik dan benar untuk masa depan anak atau siswa tersebut.










DAFTAR PUSTAKA

  • Dick W. & Carey L. 1937. The systematic design of instruction. Illinois, Glenview : Scott, Foresman and Company
  • Sudrajat Akhmad. 2009. Tujuan pembelajaran sebagai komponen penting dalam pembelajaran. Diakses dari Let’s talk about education
·         Dr. Nurhadi, Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya dalam KBK, (Malang: UNM, 2004), Edisi Revisi, Cet.I, hlm.33.
·         Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, Pembelajaran Dalam implementasi KBK, (Jakarta:Prenada Media, 2005), Cet.1, 119-121
·         Johnson, Elaine B (2002). Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc.















Siklus Belajar


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang  
Siklus belajar ( Learning Cycle ) merupakan salah satu metode perencanaan yang telah diakui dalam pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ). Siklus belajar dikembangkan berdasarkan teori yang dikembangkan pada masa kini tentang bagaimana siswa seharusnya belajar. Metode ini merupakan metode yang mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa.
Learning Cycle pada mulanya terdiri dari beberapa fase-fase seperti eksplorasi ( exploration ), pengenalan konsep ( concept introduction ), dan aplikasi konsep ( concept application ) oleh Karplus dan Their dalam Renner et al, 1988. Pada tahap eksplorasi, pebelajar diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain.
Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya ( cognitive disequilibrium ) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi ( high level reasoning ) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase berikutnya, fase pengenalan konsep. Pada fase ini diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki pebelajar dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada tahap ini pembelajar mengenal istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep-konsep baru yang sedang dipelajari. Pada fase terakhir, yakni aplikasi konsep, pebelajar diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan seperti problem solving ( menyelesaikan problem-problem nyata yang berkaitan ) atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena pebelajar mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.
B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana teori siklus belajar
2.    Bagaimana cara penerapan teori siklus belajar dalam pembelajaran
3.    Bagaimana penerapan dalam kurikulum
4.    Apa tujuan dalam pembelajaran
C.      Tujuan
1.    Mahasiswa dapat mengerti tentang teori siklus belajar
2.    Mahasiswa dapat mengetahui cara penerapan teori siklus belajar dalam pembelajaran
3.    Mahasiswa dapat mengerti akan penerapan dalam kurikulum
4.    Mahasiswa mengetahui apa yang menjadi tujuan dalam pembelajaran


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Siklus Belajar
Siklus belajar adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik ( student centre ). Siklus belajar merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan ( fase ) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pembelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.
Siklus-Indikator-Kompetensi-Guru.jpg










Gambar 1
Siklus Belajar

Siklus belajar ( learning cycle ) terdiri dari lima fase yang saling berhubungan satu sama lainnya, yaitu sebagai berikut :
1.      Fase Engage, yang merupakan fase awal, Pada fase ini guru menciptakan situasi teka-teki yang sesuai dengan topik yang akan dipelajari siswa. Guru dapat mengajukan pertanyaan ( misalnya : mengapa hal ini terjadi? Bagaimana cara mengetahuinya? dll ) dan jawaban siswa digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang telah diketahui oleh mereka. Fase ini dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa.
2.      Fase Eksplorasi, Selama fase eksplorasi, siswa harus diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan teman-temannya tanpa arahan langsung dari guru. Fase ini menurut teori Piaget merupakan fase “ketidakseimbangan” dimana siswa harus dibuat bingung. Fase ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menguji hipotesis atau prediksi mereka, mendiskusikan dengan teman sekelompoknya dan menetapkan keputusan.
3.      Fase Menjelaskan, Pada fase ini guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri.
4.      Fase Perpanjangan, Pada fase ini siswa harus mengaplikasikan konsep dan kecakapan yang telah mereka miliki terhadap situasi lain.
5.      Evaluasi, Evaluasi dilakukan selama pembelajaran dilangsungkan. Guru bertugas untuk mengobservasi pengetahuan dan kecakapan siswa dalam mengaplikasikan konsep dan perubahan berfikir siswa.
Siklus belajar patut dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget, teori belajar yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi : struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi.  
Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi. Adaptasi terdiri atas asimilasi dan akomodasi. Pada proses asimilasi individu menggunakan struktur kognitif yang sudah ada untuk memberikan respon terhadap rangsangan yang diterimanya. Dalam asimilasi individu berinteraksi dengan data yang ada di lingkungan untuk diproses dalam struktur mentalnya. Dalam proses ini struktur mental individu dapat berubah, sehingga terjadi akomodasi. Pada kondisi ini individu melakukan modifikasi dari struktur yang ada, sehingga terjadi pengembangan struktur mental. Pemerolehan konsep baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki individu. Individu harus dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep lain dalam suatu hubungan antar konsep. Konsep yang baru harus diorganisasikan dengan konsep-konsep lain yang telah dimiliki.
Organisasi yang baik dari intelektual seseorang akan tercermin dari respon yang diberikan dalam menghadapi masalah. Karplus dan Their mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan ide Piaget di atas. Dalam hal ini pebelajar diberi kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan konsep, mengorganisasikan informasi dan menghubungkan konsep-konsep baru dengan menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk menjelaskan suatu fenomena yang berbeda. Implementasi teori Piaget oleh Karplus dikembangkan menjadi fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Unsur-unsur teori belajar Piaget (  asimilasi, akomodasi, dan organisasi )  mempunyai korespondensi dengan fase-fase dalam siklus belajar.
B.       Teori Siklus Belajar
Tujuan pembelajaran pada hakikatnya akan membentuk manusia yang mampu bersaing di dunia global, sehingga sebagai guru sejak disekolah tingkat dasar sudah harus memiliki kemampuan untuk mempersiapkan peserta didiknya ke arah sana. Tentu saja dengan cara yang disesuaikan dengan usianya.
Sumber daya manusia yang mampu bersaing memasuki dunia global adalah manusia yang benar-benar unggul. Untuk membentuk sumber daya manusia yang demikian guru benar-benar harus mempertimbangkan strategi pembelajaran yang dilakukan.
Untuk mendasari strategi pembelajaran maka perlu dibahas teori-teori belajar yang akan mendasari penerapan strategi pembelajaran. Secara garis besar teori belajar menurut Gredler ( 1991 ) dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
Ø  Conditioning theory,
Ø  Connection theories,
Ø  Insightful Learning.


1.      Conditioning theory
Conditioning theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa belajar merupakan suatu respon dari stimulus tertentu. Teori ini dikemukakan oleh Pavlov, dan dikembangkan oleh Watson, Guthreic, dan Skinner.
Pavlov mengembangkan teori belajar ini dengan disebut juga conditioning reflex, sebab yang dipelajari adalah gerakan gerakan otot sederhana yang secara otomatis bereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Reflex juga dapat ditimbulkan oleh perangsang lain yang mulanya tidak menimbulkan reflex.
Secara rinci hasil dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a.       Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan ( yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer ), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b.      Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
Selanjutnya Watson mengembangkan teori belajar dengan berpola pada penemuan Pavlov, dia berpendapat bahwa belajar adalah merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Guthreic memperluas penemuan Watson yang dikenal dengan the law of association, yaitu suatu kombinasi stimuli yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung menimbulkan gerakan apabila kombinasi stimuli itu muncul kembali. Maksudnya jika sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama akan mengerjakan hal yang serupa lagi.
Skinner mengembangkan teori belajar ini dengan teori operant conditioning, yaitu tingkah laku bukanlah sekedar respons terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja atau operant. Teori ini terlihat bahwa di dalam belajar diperlukan adanya pengulangan-pengulangan suatu stimulus untuk mendapatkan respons.
Secara rinci hasil dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, di antaranya :
Ø  Law of operant conditioning yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
Ø  Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
2.      Connection theories
Connection theories merupakan teori belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori belajar ini dikembangkan oleh Thorndhike yang juga dinamakan trial and error learning. Hal ini disebabkan karena proses belajar dapat melalui coba-coba dalam rangka memilih respons yang tepat bagi stimulus tertentu. Hukum belajarnya dinamakan Law effect, yaitu:
a.       Segala tingkah laku yang menyenangkan akan diingat dan mudah dipelajar.
b.      Segala tingkah laku yang tidak menyenangkan akan diingat dan mudah dipelajari.
c.       Aplikasi dari teori ini dengan adanya pemberian ganjaran, hukuman, dan lain sebagainya.
Secara rinci hasil eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, di antaranya:
*      Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus-Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
*      Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar ( conduction unit ), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
*      Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
3.      Insightful Learning
Insightful learning adalah belajar menurut pandangan kognitif. Disebut juga Gestalt dan Field Teories. Teori mengutamakan pengertian dalam proses belajar mengajar, jadi bukan ulangan seperti halnya kedua teori terdahulu. Dengan demikian menurut teori ini belajar merupakan perubahan kognitif ( pemahaman ). Belajar bukan hanya ulangan tetapi perubahan struktur pengertian.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.       Pengalaman tilikan ( insight ) ; bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek atau peristiwa.
b.      Pembelajaran yang bermakna ( meaningful learning ) ; kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c.       Perilaku bertujuan ( purposive behavior ) ; bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.      Prinsip ruang hidup ( life space ) ; bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan tempat ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Jadi menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum ( generalisasi ). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Selanjutnya teori Gestalt dikembangkan oleh Piaget. Menurut teori Piaget teori belajar merupakan :
v  Proses belajar dari konkret ke yang abstrak.
v  Pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan mental baru yang sebelumnya.
v  Perubahan umur mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Teori belajar Brunner merupakan pengembangan dari teoeri Gestaltl insightful learning. Dalam teori Brunner dikatakan untuk mendapatkan pemahaman belajar dengan menemukan sendiri, sehingga menggunakan pendekatan discovery learning. Pendekatan ini, pemahaman pesrta didik didapatkan secara induktif.
Dalam pendekatan ini mengandung makna bahwa refleksi belajar berkisar pada manusia sebagai pengolah terhadap informasi ( masukan ) yang diterimanya untuk memperoleh pemahaman. Dasar pikiran teori ini adalah:
ü  Belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif.
ü  Orang menciptakan sendiri suatu kerangka kognitif bagi diri sendiri.
Namun demikian teori ini juga ada kelemahannya, yaitu memerlukan banyak biaya, waktu lama, dan kepemilikan teori dasar mutlak diperlukan. Untuk mengurangi kekurangan tersebut ada pengembangan teori insightful learning ini dengan tetap membangun kerangka kognitif sendiri tidak dengan induktif tetapi deduktif. Jadi peserta tidak harus mengalami sendiri. Teori terakhir ini dikembangkan oleh Ausebel dengan nama teori bermakna. Belajar bermakna tidak mutlak harus menemukan sendiri, yang penting peserta dapat membentuk kerangka kognitif sendiri, yang selanjutnya dikembangkan dengan peta konsep.
Dalam penerapannya sebenarnya guru dapat saja memadukan beberapa teori belajar di atas. Hanya saja biasanya seorang guru akan mempunyai kecenderungan ke arah mana mereka akan bertindak. Pada saat ini yang banyak dikembangkan adalah teori yang ke tiga, karena diharapkan siswa lebih banyak memahami atau mengerti dibandingkan hanya menghafal saja tanpa pemahaman.
C.      Penerapan Teori Siklus Belajar Dalam Pembelajaran
Berdasarkan  karakteristik seperti yang telah diuraikan diatas, maka  proses pembelajaran dapat dilakukan seperti berikut ini :


















Invitasi
 

Eksplorasi
 

Aplikasi
 











Lingkungan
 
 








Gambar 2
Teori Siklus Belajar Dalam Pembelajaran
Supaya informasi baru terkait dalam pengetahuan yang ada, guru perlu menciptakan suatu kondisi, yang disebut tahap invitasi.  Tahap invitasi merupakan tahapan untuk memfokuskan pelajaran dan menjajagi kesiapan siswa untuk menerima konsep baru. Pada tahap invitasi guru dapat mengajukan pertanyaan  untuk mengetahui  pemahaman siswa terhadap konsep prasyarat  yang harus dimiliki sebelumnya, mencatat fenomena yang tak diharapkan dan mengidentifikasi keadaan yang membuat persepsi siswa berbeda. 
D.      Penerapan Dalam Kurikulum
Untuk mencapai hasil yang maksimal, penerapan kurikulum dapat diterapkan melalui dua model pendekatan, yaitu pendekatan makro dan pendekatan mikro. Kedua pendekatan tersebut digunakan untuk mengefektifkan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam yang memiliki jangkauan visi yang luas dan terpadu (integral) berdasarkan kebutuhan dan orientasi pembelajaran pendidikan agama Islam yang memiliki nuansa futuristik dan penuh dengan harapan dari semua pihak.
1.    Pendekatan Makro
Model pendekatan makro berupaya menghadirkan proses pembelajaran pendidikan agama Islam dapat memberikan nuansa yang berbeda dan harapan kolektif dari semua pihak, baik oleh sekolah/madrasah, orangtua atau masyarakat. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu ;
a.    Merancang Program Pembelajaran yang Unggul
Untuk melahirkan mutu pendidikan agama Islam yang berwawasan masa depan, perlu program pembelajaran yang unggul dan mampu membuat para guru dan siswa menikmati materi dengan menyenangkan. Proses merancang program pembelajaran biasanya mulai sebelum kegiatan proses belajar mengajar ( PBM ) berlangsung. Kegiatan ini dirancang oleh pimpinan, guru dan melibatkan konseptor dan masyakarat agar dapat memenuhi kebutuhan stakeholders.
Program pembelajaran yang unggul merupakan bagian dari prinsip, strategi dan tujuan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP ). Program unggulan dimaksudkan agar lembaga pendidikan itu memiliki daya saing sekaligus sebagai daya tarik masyarakat, selain sebagai kebutuhan lembaga pendidikan agar proses pembelajaran pendidikan agama Islam dapat berlangsung secara optimal. Karena itu, para pengambil keputusan di tingkat satuan pendidikan harus mengkaji ulang apa yang masih menjadi persoalan dan hambatan pembelajaran selama ini, khususnya terhadap penerapan kurikulum pendidikan agama Islam.
Lembaga pendidikan harus memiliki komitmen untuk menempatkan materi pendidikan agama Islam sebagai pondasi pokok terhadap keilmuan dan keterampilan yang dimiliki setiap siswa. Keilmuan dan ketrampilan yang tinggi bila tidak diimbangi dengan pemahaman agama yang kuat, akan mudah tergelincir pada tindakan dhalim dan mafsadat. Dengan pendekatan pengajaran yang tepat, pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Islam akan menjadi frame ( cara pandang ) setiap peserta didik dalam kehidupan sehari-hari di mana pun mereka berada.
b.      Merumuskan Kembali Tujuan Kurikulum
Untuk mencapai kualitas kurikulum yang unggul, membutuhkan mindset baru yang memandang bahwa pendidikan agama Islam itu mencakup semua aspek hidup dan kehidupan manusia. Wilayah kajian pendidikan agama Islam perlu dirumuskan kembali yang adaptif, fungsional dan kontekstual. Formulasi dapat dituangkan dalam content dan tujuan kurikulum di sekolah.
Tujuan program pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas isi kurikulum, disamping pengaruh guru dan lingkungannya. Karena itu, lembaga pendidikan sekolah atau madrasah memandang perlu melakukan perumusan kembali tujuan besar program pembelajaran yang ada dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Hal ini penting, karena sangat terkait dengan kondisi peserta didik ( siswa ), situasi dan kondisi masyarakat, serta perubahan-perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi serta komunikasi informasi.
Kegunaan dari perumusan tujuan kurikulum ini adalah memberikan pelayanan kepada peserta didik agar kemampuannya dapat bertambah dari modal kemampuan sebelumnya. Dengan cara ini, diharapkan kurikulum pendidikan agama Islam benar-benar membekas dalam diri siswa, dan dapat menjadi bekal yang positif setelah lulus dari sekolah.
Rumusan tujuan kurikulum tersebut menjadi acuan setiap guru dalam membina para siswa. Rumusan tujuan ini diarahkan untuk menitikberatkan pada pencapaian kompetensi, mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia, serta memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksanaan proses pembelajaran. Tujuan untuk merumuskan kembali tujuan kurikulum ini yaitu ingin melahirkan pembelajaran keagamaan yang menjadi life skill ( keterampilan hidup ) serta sekaligus way of life ( pandangan hidup ) para peserta didik.
c.       Menciptakan Sumber Belajar Unggul
Sebagai kelanjutan dari program pembelajaran yang unggul dan tujuan kurikulum pendidikan agama Islam di atas, sumber belajar adalah sesuatu yang mendukung dan mensupport kegiatan belajar mengajar, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Di dalam sekolah, mungkin perlu dibangun sebuah masjid atau mushalla sebagai tempat ibadah, yang setiap hari para pimpinan, guru, karyawan dan semua siswa secara bersama-sama melaksanakan shalat berjama’ah. Tidak hanya sebagai tempat shalat, masjid juga dapat difungsikan sebagai pusat unggulan lainnya, seperti tadarus dan latihan baca tulis al-Qur’an, kajian dan pendalaman materi pendidikan agama Islam.
Sumber belajar bertujuan untuk merangsang semangat dan motivasi belajar supaya lebih baik. Kurikulum pendidikan Islam perlu sebuah sumber belajar yang berkualitas tinggi. Misalnya, selain telah disebutkan di atas, perlu ada tempat bacaan ( mading ), yang memuat informasi dan berita yang berguna bagi siswa. Laboratorium dan perpustakaan yang unggul, untuk tempat belajar dan melakukan riset dan eksperimen ilmiah yang diintegrasikan dengan semangat isi al-Qur’an dan hadits.
Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa penciptaan sumber belajar itu dipilih berdasarkan muatan substansial dari kurikulum yang akan diwujudkan. Usaha sekolah dalam mengupayakan fasilitas dan sumber-sumber tersebut, diharapkan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam mampu mencapai tujuan dan orientasi yang dapat dirasakan dan banggakan siswa.

2.      Pendekaran Mikro
Model pendekatan mikro dalam reformulasi penerapan kurikulum pendidikan agama Islam yaitu suatu tahapan secara praktis dan sistematis yang memperhatikan situasi dan kondisi sumber daya dukung lembaga pendidikan. Melalui pendekatan mikro ini dimaksudkan agar tujuan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah dapat tercapai secara terukur, dan dapat berhasil secara maksimal.
Pendekatan mikro lebih dihadapkan pada hal-hal yang bersifat fungsional, khususnya pengembangan materi, peran guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran. Ketiga komponen tersebut merupakan suatu sistem dalam pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian oleh para pelaku pendidikan. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh lembaga pendidikan untuk menerapkan kurikulum pendidikan agama Islam melalui model pendekatan mikro ini sebagai berikut :
a.       Menentukan Tujuan Materi
Untuk memudahkan cara mengalisis keberhasilan kegiatan pembelajaran, biasanya sekolah membuat standar mutu pembelajaran. Standar mutu pembelajaran merupakan jabaran dari standar isi yang dikonsep dan dibangun melalui pemikiran logis dan sistematis berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsp pokok pada visi dan misi sekolah atau madrasah.
Para guru harus membuat tujuan materi pendidikan agama Islam yang fisibel dan berdaya guna. Menentukan tujuan materi ini dimaksudkan agar guru mudah mengukur ketercapaian proses belajar-mengajar yang dilakukannya selama proses interaksi pembelajaran di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Tujuan ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan kecakapan seorang guru dalam mengembangkan materi pendidikan agama Islam yang memiliki nilai bobot dan kualitas yang bagus. Dengan cara itulah tujuan pendidikan agama Islam mampu memberikan perubahan dan pencerahan jiwa, pikiran, hati dan perasaan peserta didik.
b.      Mengukur Kemampuan Awal Siswa dan Solusinya
Agar pembelajaran pendidikan agama Islam berlangsung tepat sasaran dan sesuai tujuan, maka perlu sebuah placement test guna melakukan identifikasi dan pengelompokan siswa sesuai tingkat kemampaunnya. Mengukur kemampuan awal siswa bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa sebelum menempuh sistem pembelajaran pendidikan agama Islam. Guru juga berkepentingan bahwa dengan mengetahui kondisi kemampuan siswa, supaya sekolah dapat memberi materi yang tepat dan sesuai tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka. Adapun pengukuran kemampuan awal siswa dilakukan dengan menggunakan tes.
Model ini perlu untuk menggali informasi dan performen peserta didik terhadap kemampuan pendidikan agama Islam. Dengan demikian, secara fungsional kurikulum pendidikan agama Islam sesuai dengan background siswa terlebih dahulu.


c.       Pembentukan Perfomansi ( perilaku )
Pada tahap ini pimpinan lembaga pendidikan perlu menerjemahkan kebutuhan dan tujuan performansi objektif yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam. Gambaran mengenai performen siswa perlu dirumuskan, sehingga kurikulum pendidikan agama dapat diarahkan untuk pembetukan cita-cita performansi siswa tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa pimpinan sekolah perlu menyusun sebuah performansi siswa. Pertama, agar dapat mengomunikasikan tingkat perbedaan siswa. Kedua, untuk menambah kelengkapan atau rincian dalam menyusun program kegiatan pendidikan agama Islam yang tepat sasaran. Ketiga, untuk mencapai tujuan performansi perlu nilai standart yang mengatur siswa untuk menjadi pijakan dan pedoman pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Tujuan performansi adalah untuk mendesain proses kegiatan belajar mengajar yang mampu menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri. Performansi memberikan sebuah pengertian untuk menentukan apakah hubungan pembelajaran dengan pencapaian tujuan pendidikan agama islam, memberikan makna, untuk memfokuskan perencanaan pembelajaran dan menuju keadaan yang tepat atau cocok dengan sosio-kultural dan sosio religius yang itu merupakan pilar-pilar penting terwujudnya idealitas pembelajaran pendidikan agama Islam.
d.      Menyusun Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari implementasi kurikulum dan kegiatan pembelajaran akademik di lembaga pendidikan. Evaluasi ini dibutuhkan dengan mengacu pada tujuan pokok kurikulum pendidikan agama Islam yang mengarah pada domain-domain yang komprehensif.
Ada beberapa manfaat dari evaluasi yaitu pertama, dapat digunakan untuk menganalisis tingkat penjabaran kurikulum pendidikan agama Islam. Kedua untuk mengukur apakah ada pengaruh kepada peserta didik yang telah mempelajari materi pendidikan agama Islam. Adapun jenis evaluasinya diserahkan kepada guru untuk menunjukkan kebutuhan individu siswa, sesuai dengan tingkat kecakapannya dan tidak tepat jika hanya sekadar sebagai formalitas pembelajaran.
Tujuan lain dari evaluasi adalah untuk mengecek kemajuan hasil belajar siswa, dan untuk mengecek kemungkinan terjadinya salah pengertian siswa sehingga bisa dilakukan perbaikan sebelum dilanjutkan. Sebagai tambahan, pelaksanaan evaluasi memberikan kesimpulan hasil belajar sehingga dapat digunakan sebagai dokumen kemajuan siswa untuk keluarganya, sekolahnya, dan sebagai administrasi.
E.       Tujuan Dalam Pembelajaran
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar. Tujuan belajar merupakan cara yang akurat untuk menentukan hasil pembelajaran. Tujuan pembelajaran ( instructional goals ) dan tujuan belajar ( learning objectives ) berbeda, namun berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya.
a.       Pentingnya Tujuan Belajar dan Pembelajaran
Tujuan penting dalam rangka sistem pembelajaran, yakni merupa­kan suatu komponen sistem pembelajaran yang menjadi titik tolak dalam merancang sistem yang efektif. Secara khusus, kepentingan itu terletak pada :
1.         Untuk menilai hasil pembelajaran. Pengajaran dianggap berhasil jika siswa mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ketercapaian tujuan oleh siswa menjadi indikator keberhasilan sistem pem­belajaran.
2.         Untuk membimbing siswa belajar. Tujuan-tujuan yang dirumus­kan Dalam hubungan ini, guru dapat merancang tindakan-tindakan tertentu untuk mengarahkan kegiatan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan tersebut.
3.         Untuk merancang sistem pembelajaran. Tujuan-tujuan itu menjadi dasar dan kriteria dalam upaya guru memilih materi pelajaran, menentukan kegiatan belajar mengajar, memilih alat dan sumber, serta merancang prosedur penilaian.
4.         Untuk melakukan komunikasi dengan guru-guru lainnya dalam meningkatkan proses pembelajaran. Berdasarkan   tujuan-tujuan itu terjadi komunikasi antara guru-guru mengenai upaya-upaya yang perlu dilakukan bersama dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut.
5.         Untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan dan keberhasilan program pembelajaran. Dengan tujuan-tujuan itu, guru dapat me­ngontrol hingga mana pembelajaran telah terlaksana, dan hingga mana siswa telah mencapai hal-hal yang diharapkan. Berdasarkan hasil kontrol itu dapat dilakukan upaya pemecahan kesulitan dan mengatasi masalah-masalah yang timbul sepanjang proses pembelajaran berlangsung.
b.      Tujuan Pembelajaran
Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajar­an adalah kebutuhan siswa, mata ajaran, dan guru itu sendiri. Berdasar­kan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang hendak dicapai, dan dikembangkan, berdasarkan mata pelajaran yang ada dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa, dan dia harus mampu menulis dan memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna, dan dapat terukur.
Untuk merumuskan tujuan pembelajaran kita harus mengambil suatu rumusan tujuan dan menentukan tingkah laku siswa yang spesifik yang mengacu ke tujuan tersebut. Tingkah laku yang spesifik harus dapat diamati oleh guru yang ditunjukkan oleh siswa, misalnya mem­baca lisan, menulis karangan, untuk mengoperasionalisasikan tujuan suatu tingkah laku harus didefinisikan di mana guru dapat mengamati dan menentukan kemajuan siswa sehubungan dengan tujuan tersebut.
Suatu tujuan pembelajaran seyogianya memenuhi kriteria sebagai berikut :
1.          Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya : dalam situasi bermain peran;

2.          Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan dapat diamati
3.          Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki, misalnya pada peta pulau Jawa, siswa dapat mewarnai dan mem­beri label pada sekurang-kurangnya tiga gunung utama.
F.       Sistem Assesmen
Sistem Assesmen merupakan suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran ataupun proses sistematika dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. Berdasarkan informasi tersebut guru akan dapat menyusun program pembelajaran yang bersifat realitas sesuai dengan kenyataan objektif.
a.       Tujuan Asesmen
Ø  Untuk menyaring dan mengidentifikasi anak
Ø  Untuk membuat keputusan tentang penempatan anak
Ø  Untuk merancang individualisasi pendidikan
Ø  Untuk memonitor kemajuan anak secara individu
Ø  Untuk mengevaluasi kefektifan program.
Ø  Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif tentang kondisi anak saat ini
Ø  Mengetahui profil anak secara utuh terutama permasalahan dan hambatan belajar yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khususnya, serta daya dukung lingkungan yang dibutuhkan anak
Ø  Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya dan memonitor kemampuannya.
b.      Manfaat Asesmen
Manfaat asesmen adalah Untuk mengetahui tingkat pencapai kompetensi selama dan setelah proses pembelajaran berlangsung. Untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi. Untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial.
Untuk umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan. Untuk memberikan pilihan alternatif penilaian kepada guru. Untuk memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan. Penilaian kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu objek tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan penilaian kompetensi psikomotorik,  peserta didik dapat diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan Siklus belajar adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik ( student centre ). Siklus belajar merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan ( fase ) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pembelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.
    Siklus belajar ( learning cycle ) terdiri dari lima fase yang saling berhubungan satu sama lainnya, yaitu sebagai berikut :
1.      Fase Engage, yang merupakan fase awal, Pada fase ini guru menciptakan situasi teka-teki yang sesuai dengan topik yang akan dipelajari siswa. Guru dapat mengajukan pertanyaan ( misalnya : mengapa hal ini terjadi? Bagaimana cara mengetahuinya? dll ) dan jawaban siswa digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang telah diketahui oleh mereka. Fase ini dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa.
2.      Fase Eksplorasi, Selama fase eksplorasi, siswa harus diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan teman-temannya tanpa arahan langsung dari guru. Fase ini menurut teori Piaget merupakan fase “ketidakseimbangan” dimana siswa harus dibuat bingung. Fase ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menguji hipotesis atau prediksi mereka, mendiskusikan dengan teman sekelompoknya dan menetapkan keputusan.
3.      Fase Menjelaskan, Pada fase ini guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri.
4.      Fase Perpanjangan, Pada fase ini siswa harus mengaplikasikan konsep dan kecakapan yang telah mereka miliki terhadap situasi lain.
5.      Evaluasi, Evaluasi dilakukan selama pembelajaran dilangsungkan. Guru bertugas untuk mengobservasi pengetahuan dan kecakapan siswa dalam mengaplikasikan konsep dan perubahan berfikir siswa.
Manfaat asesmen adalah Untuk mengetahui tingkat pencapai kompetensi selama dan setelah proses pembelajaran berlangsung. Untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi. Untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial.
B.       Saran
Pembahasan makalah ini sangatlah sederhana, secara keseluruhan makalah ini sudah cukup menggambarkan tentang siklus belajar. Oleh karena itu bagi para penduduk ataupun masyarakat yang sudah mengetahui ataupun memahami mengenai siklus belajar yang baik harus mensosilisasikannya kepada masyarakat yang belum paham tentang siklus belajar tersebut.

DAFTARA PUSTAKA
Rahayu, S., Prayitno. 2005. Penggunaan Strategi Pembelajaran Learning Cycle-Cooperative Learning 5E (LCC-5E). Makalah Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya. FMIPA UM – Dirjen Dikti Depdiknas. 5 September 2005.
Soebagio dkk. 2000. Penggunaan Siklus belajar dan Peta Konsep untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran Konsep Larutan Asam-Basa. PPGSM.
Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah Semlok Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan Piloting JICA. FMIPA UM. 9 Juli 2001.
Budiasih, E. , Widarti, H.R. 2004. Penerapan Pendekatan Daur Belajar (Learning Cycle) dalam Pembelajaran Matakuliah Praktikum Kimia Analisis Instrumen. Jurnal Pendidikan dan pembelajaran Vol 10 (1), hal 70-78.






BERIKUT INI  MERUPAKAN SOAL OBJEKTIF DAN ESSAY DARI MATERI SIKLUS BELAJAR
A.      Soal Objektif
1.         Pada fase ini siswa harus mengaplikasikan konsep dan kecakapan yang telah mereka miliki terhadap situasi lain, penjelasan tersebut merupakan pengertian dari ?
a.       Fase Engage
b.      Fase Eksplorasi
c.       Fase Menjelaskan
d.      Fase Perpanjangan
e.       Evaluasi
2.         Yang merupakan unsur-unsur teori belajar Piaget berikut ini adalah ?
a.       Asimilasi, akomodasi, dan organisasi
b.      Organisasi, evaluasi, dan kegiatan
c.       Akomodasi, peringatan, dan situasi
d.      Organisasi, akomodasi, dan peringatan
e.       Asimilasi, hukuman, peraturan
3.      Siklus belajar patut dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget, teori belajar yang berbasis konstruktivisme, penjelasan tersebut merupakan pengertian dari teori ?
a.       Teori Evaluasi
b.      Teori Akomodasi
c.       Teori Piaget
d.      Teori Darwin
e.       Teori insight
4.      Siswa harus diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan teman-temannya tanpa arahan langsung dari guru, penjelasan tersebut merupakan pengertian dari fase ?
a.       Fase Engage
b.      Fase Eksplorasi
c.       Fase Menjelaskan
d.      Fase Perpanjangan
e.       Evaluasi
5.      Secara garis besar teori belajar menurut Gredler ( 1991 ) dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
a.       Conditioning theory, connection theories, insightful learning
b.      Teori evaluasi, teori darwin, teori cycle
c.       Evaluasi, eksplorasi, engage
d.      Theory learning, teori darwin, evaluasi
e.       Teori gredler, teori connection, eksplorasi
6.      Teori yang menyatakan bahwa belajar merupakan suatu respon dari stimulus tertentu, penjelasan tersebut merupakan pengertian dari teori ?
a.       Connection teori
b.      Teori cycle
c.       Teori evaluasi

d.      Conditioning theory
e.       Insighful theory
7.      Conditioning theory merupakan salah satu teori yang di kembangkan oleh ?
a.       Watson, Guthreic, dan Skinner
b.      Pavlov,watson, dan cycle
c.       Watson, pavlov, dan gredler
d.      Skinner, cycle, dan watson
e.       Guitheric, watson dan gredler
8.      Belajar adalah merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons bersyarat melalui stimulus pengganti, merupakan pendapat yang dikeluarkan oleh ?
a.       Gredler
b.      Cycle
c.       Watson
d.      Skinner
e.       Pavlov
9.      Tingkah laku bukanlah sekedar respons terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja atau operant, penjelasan disamping merupakan pengertian dari ?
a.       Teori watson
b.      Teori operant conditioning
c.       Teori darwin
d.      Teori cycle
e.       Teori gredlin
10.  Teori belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons, merupakan penjelasan dari teori ?
a.       Teori operant conditioning
b.      Insighful theory
c.       Teori evolusi
d.      Connection theories
e.       Teori gredler
11.  Teori connection theories adalah teori yang dikembangkan oleh ?
a.       Gredler
b.      Aries toteles
c.       Thorndhike
d.      Watson
e.       Skinner
12.  Teori yang mengutamakan pengertian dalam proses belajar mengajar, jadi bukan ulangan, yaitu teori ?
a.       Connection theories
b.      Insighful learning
c.       Theori fiels
d.      Teori skinner
e.       Teori watson
13.  Teori yang mengatakan untuk mendapatkan pemahaman belajar dengan menemukan sendiri, sehingga menggunakan pendekatan discovery learning, yaitu teori ?
a.       Teori Brunner
b.      Teori Fiels
c.       Teori Skiner
d.      Teori witson
e.       Teori Learning
14.  Penerapan kurikulum dapat diterapkan melalui dua model pendekatan, yaitu pendekatan ?
a.       Pendekatan induktif dan pendekatan deduktif
b.      Pendakatan makro dan pendekatan induktif
c.       Pendekatan makro dan pendekatan mikro
d.      Pendekatan mikro dan pendekatan deduktif
e.       Pendekatan induktif dan pendekatan makro
15.  Pendekatan yang lebih dihadapkan pada hal-hal yang bersifat fungsional, khususnya pengembangan materi, peran guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran, yaitu pendekatan ?
a.       Pendekatan makro
b.      Pendekatan mikro
c.       Pendektan umum
d.      Pendekatan tidak langsng
e.       Pendekatan langsung
16.  Untuk mengecek kemajuan hasil belajar siswa, dan untuk mengecek kemungkinan terjadinya salah pengertian siswa sehingga bisa dilakukan perbaikan sebelum dilanjutkan merupakan tujuan dari ?
a.       Tujuan Induktif
b.      Tujuan Evaluasi
c.       Tujuan Mikro
d.      Tujuan Makro
e.       Tujuan Deduktif
17.  Yang merupakan cara yang akurat untuk menentukan hasil pembelajaran, yaitu merupakan tujuan dari ?
a.       Tujuan evaluasi
b.      Tujuan belajar
c.       Tujuan langsung
d.      Tujuan tidak langsung
e.       Tujuan makro
18.  Untuk mendesain proses kegiatan belajar mengajar yang mampu menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri, merupakan tujuan dari ?
a.       Tujuan makro
b.      Tujuan mikro
c.       Tujuan performansi
d.      Tujuan evaluasi
e.       Tujuan langsung
19.  Berikut ini  suatu tujuan pembelajaran yang memenuhi kriteria, kecuali ?
a.       Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya :  dalam situasi bermain peran.
b.      Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan dapat diamati
c.       Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki, misalnya pada peta pulau Jawa, siswa dapat mewarnai dan mem­beri label pada sekurang-kurangnya tiga gunung utama
d.      Tujuan menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar dan tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang di kehendakinya
e.       Segala tingkah laku yang tidak menyenangkan akan diingat dan mudah dipelajari
20.  Berikut ini tujuan dari assesmen, kecuali ?
a.         Untuk menyaring dan mengidentifikasi anak
b.         Untuk membuat keputusan tentang penempatan anak
c.         Untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan
d.        Untuk merancang individualisasi pendidikan
e.         Untuk memonitor kemajuan anak secara individu
21.  Apa tujuan dari suatu evaluasi dalam menyusun evaluasi ?
a.       Untuk mengecek kemajuan hasil belajar siswa, dan untuk mengecek kemungkinan terjadinya salah pengertian siswa sehingga bisa dilakukan perbaikan sebelum dilanjutkan
b.      Untuk mengalisis tingkat penjabaran kurikulum
c.       Untuk mengukur apakah ada pengaruh kepada peserta didik yang telah mempelajari materi
d.      Untuk menunjukkan kebutuhan individu siswa, sesuai dengan tingkat kecakapannya dan tidak tepat jika hanya sekadar sebagai formalitas
pembelajaran.
e.       Untuk mendesain proses kegiatan belajar mengajar yang mampu menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri.
22.  Berikut ini adalah tujuan dari Performansi dalam menyusun program kegiatan pendidikan,kecuali ?
a.       Untuk mendesain proses kegiatan belajar mengajar yang mampu menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri.
b.      Untuk menentukan apakah hubungan pembelajaran dengan pencapaian tujuan pendidikan
c.       Untuk memfokuskan perencanaan pembelajaran dan menuju keadaan yang tepat atau cocok dengan sosio-kultural dan sosio religius
d.      Untuk pembetukan cita-cita performansi siswa tersebut
e.       Terwujudnya idealitas pembelajaran pendidikan agama Islam
23.  Melalui pendekatan mikro dimaksudkan agar tujuan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah dapat tercapai secara terukur, dan dapat berhasil secara maksimal. Pendekatan mikro lebih dihadapkan pada hal-hal yang bersifat ?
a.       Praktis, ekonomis  dan sistematis
b.      Fungsional, pengembangan materi, peran guru dan siswa
c.       Tanggap,relevan dan berkesinambungan
d.      Laboratorium dan perpustakaan yang unggul, untuk tempat belajar dan melakukan riset dan eksperimen ilmiah
e.       Kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik
24.  ̎̎Transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.̎ ini merupakan pandangan dari seorang ahli yang bernama ?
a.       Hilda Taba (1962)
b.      Caswell and Campbell (1935)
c.       Gestalt
d.      Edward A. Krug (1957)
e.       Beauchamp (1972)
25.  Yang termasuk manfaat assesmen adalah ?
a.       Untuk mengetahui tingkat pencapai kompetensi selama dan setelah proses pembelajaran berlangsung
b.      Untuk memahami prestasi siswa
c.       Untuk mendidik siswa agar menjadi lebih baik dan pintar
d.      Mengetahui siswa yang kurang mampu
e.       Dapat mengetahui kemampuan siswa
26.  Tujuan penting dalam rangka sistem pembelajaran, yakni merupa­kan suatu komponen sistem pembelajaran yang menjadi titik tolak dalam merancang sistem yang efektif, yang termasuk tujuan tersebut adalah ?

a.       Melihat kegiatan guru
b.      Untuk mengetahui keaktifan siswa dalam kelas
c.       Untuk menilai hasil pembelajaran
d.      Untuk mengajar siswa
e.       Melihat kegiatan siswa selama disekolah
27.  Salah satu manfaat evaluasi berikut ini adalah ?
a.       Dapat digunakan sebagai acuan terhadap siswa
b.      Dapat digunakan untuk menganalisis tingkat penjabaran kurikulum
c.       Untuk melihat kegiatan siswa sehari-hari
d.      Untuk memahami sifat siswa
e.       Untuk melihat sifat guru terhadap siswa
28.  Tujuan program pendidikan sangat dipengaruhi oleh oleh ?
a.       Melihat kemampuan siswa
b.      Kegiatan sekolah selama satu minggu
c.       Kegiatan siswa selama disekolah
d.      Kualitas isi kurikulum, disamping pengaruh guru dan lingkungannya
e.       Pengaruh siswa terhadap guru
29.  Yang termasuk tujuan dari sumber belajar berikut ini adalah ?
a.       Untuk merangsang semangat dan motivasi belajar supaya lebih baik
b.      Untuk membuat siswa samangat untuk sekolah
c.       Melihat kegiatan guru selama disekolah
d.      Untuk melihat kegiatan siswa selama disekolah
e.       Membuat siswa tidak mudah putus asa
30.  Berikut ini yang termasuk tahap invitasi adalah ?
a.    Sesuatu pelajaran yang sangat disenangi oleh siswa
b.    Untuk memfokuskan kurikulum
c.    Merupakan tahapan untuk memfokuskan pelajaran dan menjajagi kesiapan siswa untuk menerima konsep baru
d.   Untuk membuat sekolah menjadi lebih baik dari sekolah lain
e.    Membuat guru menjadi semangat mengajar
B.       Essay
1.      Soal   :  Apa yang dimaksud dengan siklus belajar atau Learning Cycle ?
Jawab: Siklus Belajar atau Learning Cycle adalah suatu model belajar yang berpusat pada pembelajar atau student centered.
2.      Soal   : Siklus belajar atau learning cycle terdiri dari lima fase yang saling
 berhubungan satu sama lainnya, sebutkan ke lima fase tersebut ?
Jawab : Kelima fase siklus belajar tersebut sebagai berikut
ü  Fase Engage
ü  Fase Eksplorasi
ü  Fase Menjelaskan
ü  Fase Perpanjangan
ü  Evaluasi
3.      Soal    : Secara garis besar teori belajar menurut Gredler pada tahun 1991 
  dibedakan menjadi 3 sebutkan ?


Jawab : Ketiga teori belajar tersebut yaitu
Ø  Conditioning theory
Ø  Connection theories
Ø  Insightful Learning
4.      Soal    : Menurut teori Piaget teori belajar terbagi atas tiga sebutkan ?
Jawab : Ketiga teori belajar menurut teori piaget adalah
v  Proses belajar dari konkret ke yang abstrak
v  Pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan mental baru yang sebelumnya
v  Perubahan umur mempengaruhi kemampuan belajar individu
5.      Soal    : Apa yang dimaksud dangan sistem assesmen ?
Jawab : Sistem Assesmen merupakan suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran.